Sabtu, 20 Oktober 2012

SUBSTANSI FILSAFAT ILMU

A PENDAHULUAN
            Hubungan antara substansi dangan esensi sama dengan hubungan antara eksistensi dengan kenyataan. Setiap substansi mengandung pengertian esensi, tetapi tidak setiap esensi mengandung pengertian substansi. Sebagaimana ditunjukkan oleh Arestoteles, ada perbedaa nnya yang lain substansi barang sesuatu ialah sesuatu yang  mengandung, katakanlah sifat-sifat. Atau, substansi dapat di katakan merupakan sesuatu yang di dalamnya terwujud esensi.Substansi dipandang sebagai sesuatu yang adanya terdapat di dalam dirinya sendiri.
Substansi ialah sesuatu yang mendasari atau mengandung kualitas-kualitas serta sifat-sifat kebetulan yang dipunyai barang sesuatu.Perhatikanlah secarik kertas.Kertas tersebut mempunyai kualitas-kualitas yang tertentu namun kertas tadi tidak menampak sebagai kualitas-kualits itu.Jika bangun kertas tersebut diubah, kertas tadi tetap merupakan kertas. Karena itu yang dinamakan kertas bukanlah  bangunnya atau warnanya, atau sesuatu kualitasnya yang lain yang dapat ditangkap oleh indera. Yang dinamakan kertas ialah substansinya yaitu kertas.
Tampaknya kualitas suatu obyek adanya tergantung pada substansi, yakni  “sesuatu”  yang mendasarinya. Lama berselang John Locke menunjukan bahwa kita tidak akan dapat mengetahui  suatu substansi secara langsung, melainkan secara tidak langsung. Karena itu ia menamakan substansi terdalam itu “sesuatu yang saya tidak tahu apa”.
            Pengikut manisme berpendirian bahwa hanya ada satu substansi.Sedangkan pengikut dualisme berpendirian bahwa ada dua substansi.Dan pengikut pluralisme beranggapan bahwa ada banyak substansi. Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang akan kita bicarakan nanti. Aristoteles menunjukan bahwa jika yang ditunjuk merupakan subyek-subyek, maka setiap subyek merupakan suatu substansi karena mengandung kualitas-kualitas.
            Cara lain untuk mendekati masalah ini dengan menanyakan, apakah segala sesuatu pada babak terakhir terdiri dari substansi-substansi atau bahan yang sama. Inilah pertanyaan pertama yang menyibukkan para filsuf barat Yunani Kuno, dan pertanyaan ini hingga kini tetap mengusik banyak filsuf moderen. Para pengikut materialisme  merupakan pengikut monisme dan ber pendirian bahwa materi merupakan substansi terdalam. Para pengikut realisme sering mendasarkan pendirianya pada semacam dualisme; yakni, ada dua macam substansi terdalam, yaitu roh dan materi.
SUBSTANSI FILSAFAT ILMU
A.    KENYATAAN ATAU FAKTA

1.      Kesenjangan Antara Kebenaran dan Fakta

            Di zaman dahulu, nilai-nilai kebenaran sangat dijunjung tinggi oleh para orang tua, pendidik, ulama dan anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Prinsip satu kata dengan perbuatan atau prilaku masih terwujud dalam fakta yang dapat diamati. Sebagai contoh, keluarga kaum ulama pada zaman dahulu masih konsisten dalam menjalankan ajaran agama Islam tentang etika bergaul antara pria dan wanita, etika tata cara berpakaian menurut Islam bagi kaum pria dan wanita, serta etika-etika lainnya yang semuanya telah diatur dalam Alquran dan Alhadist. Ajaran-ajaran dalam Islam tersebut merupakan suatu kebaikan dan kebenaran yang sifatnya mutlak. Karena itu, tata cara bergaul antara pria dan wanita serta tata cara berpakaian antara pria dan wanita Islam di zaman praglobalisasi penuh dengan nilai-nilai serta etika tentang sopan santun. Fenomena ini terwujud dalam fakta di masyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.
                  Sebaliknya, di era globalisasi, nilai- nilai kebenaran khususnya kebenaran etika bergaul dan berpakaian antara pria dan wanita menurut Islam sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian anggota masyarakat remaja yang terwujud dalam fakta. Sebagai contoh ajaran islam ‘larangan mendekati zina’ sebagai suatu ajaran yang mengandung nilai kebenaran mutlak, kini telah ditinggalkan oleh sebagian remaja yang berpola pikir kebarat-baratan. Islam juga mengajarkan nilai sopan santun yang mengandung nilai kebenaran tentang keharusan kaum wanita untuk menutup aurat, namun dalam faktanya, sebagian remaja kita telah menganggap ajaran itu tidak benar atau kuno, sehingga mereka berpakaian sangat seksi.Karena itu dapat disimpulkan bahwa nilai kebenaran agama mengalami krisis dan kesenjangan dengan kenyataan atau fakta yang diamati dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.


2.      Cara Mencari Kebenaran Menurut Ilmu, Filsafat, dan Agama

            Menurut perspektif sains atau ilmu pengetahuan, kebenaran dapat diperoleh melalui ilmu penyelidikan dengan menggunakan metode ilmiah, logis untuk mencari bukti empiris dalam upaya untuk menguji hipotesis menjadi tesis atau tidak dan untuk menarik kesimpulan yang dapat digeneralisasikan. Dengan kata lain, kebenaran menurut ilmu pengetahuan dapat di cari dan ditemukan melalui cara-cara yang ilmiah dengan prosedur yang sistematis dan ilmiah dalam melakukan penyelidikan empiris untuk menarik kesimpulan sebagai suatu kebenaran. Jadi kebenaran ilmiah dapat dicari dan ditemukan dengan data yang logis dan empiris.
            Kebenaran yang diperoleh melalui data ilmiah yang penuh dengan logika dan bukti-bukti empiris untuk menemukan suatu kesimpulan sebuah kebenaran merupakan kebenaran yang ilmiah.Kebenaran ilmiah dapat menjadi sebuah teori ilmiah yang membangun ilmu penetahuan. Salah satu contoh tentang cara mencari kebenaran menurut perspektif ilmu pengetahuan ialah dengan melakukan penyelidikan untuk mencari dan menemukan data empiris dengan menggunakan metode dan prosedur yang ilmiah. Sebagai contoh sederhana adalah, apakah benar pemberian pupuk dapat menyuburkan pertumbuhan tanaman, maka dilakukan eksperimen dengan membentuk dua kelompok objek penelitian yaitu sekelompok tanaman diberikan pupuk secukupnya dalam jangka waktu tertentu dengan metode ilmiah, sedangkan kelompok lain tidak diberikan pupuk, maka dapat dilihat hasil yang diperolehnya.
            Dari hasil eksperimen yang dilakukan diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa; “ada pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan tanaman”, merupakan sebuah kebenaran ilmiah yang diperoleh dengan bukti empiris melalui hasil penyelidikan berupa eksperimen dilapangan. Survei tentang jumlah penduduk disuatu negara dan jenis-jenis pekerjaan yang dilakoni juga merupakan cara mencari kebenaran tentang data kependudukan. Kesimpulan hasil survei tersebut adalah juga merupakan sebuah kebenaran ilmiah.
            Menurut perspektif agama, suatu kebenaran dapat dicari dan ditemukan, serta diterima melalui proses ilmiah sebagai basis yang utama. Namun demikian, proses aqliahatau pikiran (logika) juga dapat digunakan sebagai alat penunjang proses imaniahuntuk memperkuat kebenaran wahyu sebagai proses imaniah. Contoh kebenaran wahyu atau agama yang hanya dapat diterima melalui proses imaniahialah peristiwa isra mi’rajnabi besar Muhammad Saw kesitratul muntaha. Peristiwa ini tidak dapat diterima melalui proses logika, namun ini sebuah fakta dan kebenaran yang hanya dapat diterima melalui proses imaniah.
            Menurut perspektif filsafat, suatu kebenaran dapat dicari, ditemukan, dan diterima melalui proses logika. Dengan kata lain, filsafat ialah kebenaran yang dihasikan melalui berpikir radikal. Bukti empiris tidak diperlukan dalam mencari, menemukan, dan menerima suatu kebenaran melainkan proses pikir dan hasil pikir yang logis merupakan ukuran dalam mencari, menemukan, dan menerima suatu kebenaran. Karena itu, hakikat kenyataan secara total (ontologi), hakikat mengetahui kenyataan (epistemologi), dan hakikat menilai kenyataan (aksiologi) yang berhubungan dengan etika dan estetika menjadi objek dari filsafat.
3.      Sifat Kebenaran Menurut Pespektif Ilmu, Agama, dan Filsafat
Kebenaran  yang ditemukan berdasarkan perspektif agama adalah kebenaran yang bersifat mutlak dan tidak perlu disangsikan kebenarannya karena merupakan kebenaran wahyu yang diterima melalui proses imaniah dan logika sebagai proses pikir penunjang. Kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif sains (ilmu) adalah kebenaran yang bersifat relatif dan masih perlu disangsikan kebenarannya, melalui penelitian ilmiah hanya sekitar 95 % sampai 99 % atau sifatnya tidak mutlak. Sedangkan kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif filsafat juga merupakan kebenaran yang tidak bersifat mutlak dan masih perlu disangsikan kebenarannya melalui proses logika yang lebih radikal.

4.      Keterkaitan antara Fakta dan Kebenaran
                        Pada uraian terdahulu disinggung sekilas tentang keterkaitan antara kebenaran dengan fakta dan sebaliknya.Kebenaran adalah sesuatu yang ada secara objektif, logis, dan merupakan sesuatu yang empiris. Sedangkan fakta merupakan kenyataan yang terjadi yang dapat diterima secara logis dan dapat diamati secara nyata dengan panca indra manusia.
                        Kasusjatuhnya pesawat Mandala di Medan beberapa tahun yang lalu merupakan contoh suatu fakta yang terjadi di lapangan.Kenyataan berupa kasus jatuhnya pesawat ter sebut merupakan sesuatu kasus yang benar adanya.Dengan kebenaran atas terjadinya kecelakaan pesawat merupakan suatu fakta yang tidak bisa dibantah lagi atas kebenarannya, baik secara logika maupun secara empiris. Contoh lain shalat dapat mencegah manusia kepada kemungkaran merupakan suatu kebenaran wahyu yang tidak dapat dibantah lagi, baik secara logika maupun secara empiris, karena dalam kenyataanya apabila orang shalatnya baik dan benar maka perilakunya menjadi bagus di masyarakat.
                        Dari uraian dan kedua contoh diatas, menunjukan bahwa antara kebenaran dan fakta merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan kata lain, antara fakta dan kebenaran, dan antara kebenaran dengan fakta merupakan dua hal yang berkaitan sangat erat.
                        Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran.Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982).
a.      Kebenaran koherensi
      Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.      Kebenaran korespondensi
      Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.       Kebenaran pragmatik
      Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.

B.     Konfirmasi
      ‘Konfirmasi’ berasal dari bahasa inggris, confirmation,yang berarti penegasan, pengesahan. Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi, tersebut lebih bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.
1.      Aspek Kuantitatif dan Kualitatif Konfirmasi
            Dasar untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi sebagian ahli mengemukakan aspek kuantitatif dan sebagian lain aspek kulitatif. Derajat konfirmasi bersifat probabilitas; probabilitas dari hasil analisis frekuensi.Derajat konfirmasi kuantitatif menjadi masalah pada keluasan generalisasi, seberapa jauh generalisasi dapat diterapkan.Konfirmasi kuantitatif menimbulkan masalah pada signifikansinya.Batas koefisien dianggap signifikan menjadi masalah, karena dalam terapan di jumpai batas signifikansi statistik dan batas signifikansi arbiter, misalnya dalam analisis data psikologis, sosiologis yang mentoleri koefisien lebih rendah dari tabel signifikansi statistik, karena objeknya adalah manusia.
            Dalam membangun konfirmasi kualitatif dan upaya melepaskan dari yang kuantitatif tampaknya memang belum dapat dilakukan sepenuhnya.Rudold carnap mengembangkan dua model bahasa yaitu, bahasa terjemahan dan bahasa interpretasi.

2.      Teori Konfirmasi
            Teori kepastian berupaya mencari deskriptif hubungan normative antara hipotesis dengan refidensi., hubungan tersebut berupaya mengukur dan bagaimana suatu efidensi menjamin kepercyaan kita pada hipotesis. Setidaknya ada tiga teori konfirmasi, yaitu decision theory, estimation theory, dan realiability analiysis.Decision theory menerapkan kepastian berdasarkan keputusan.sedangkan estimation theory menetapkan kepastian dengan member peluan benar-salah dengan menggunakan konsep probabilitas, konsep ini dominan dalam analisis statistic.Hampell menggunakan konsep probabilitas dengan berdasarkan pada hubungan logis antara proposisi dengan hipotesis. Sedangkan Rudolp Carnap mendasarkan pada hubungan sintaktikal antara evidensi dengan hipotesis
Adapun reliability theory menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas efidensi terhadap hipotesis.Banyak ahli menganut yang pertama, tapi lebih banyak yang menganut yang kedua.

C. Konsep dan Definisi
      Unsur konstruk paling elementer dalam struktur teori adalah definisi, batasan, dan pejelasan suatu konsep.Ada tiga fungsi bahasa, yaitu ekspresif, afektif, dan fungsi logis.Untuk studi ilmu pada umumnya fungsi logis yang dominan.Fungsi ekspresi banyak mewarnai studi teknologi, meskipun fungsi logis tetap dominan pada studi ini.
1.      Fungsi Logis Definisi
            Fungsi logis adalah memberikan batas arti simbolik dari suatu konsep. Konsep manusia perlu diberi batasan sehingga beda dengan konsep hewan atau batu. Pembuatan batasan tersebut pada dasarnya memberikan penjelasan dengan menggunakan symbol lain yang mudah dipahami.
            Pada sejumlah filsafat yang menulis tentang konsep (dalam kaitannya dengan definisi) sering digunakan kata istilah.Dalam upaya menyusun bangunan teori, penulis menggunakan satu angka saja yaitu konsep.Membuat definisi pada dasarnya adalah membuat batasan konsep tunggal.Ketika sejumlah konsep ditata relasinya atau koherensinya atau struktur paradigmanya, maka sejumlah konsep tersebut (yang menjadi konsep ganda, dan mungkin juga konsep kompleks) jadi pertanyaan.Pernyataan tersebut dapat berwujud pendapat, hipotesis, postulat, asumsi, sampai struktur teori.
            Dalam ilmu pengetahuan definisi biasa diberi sinonim, batasan, atau penjelasan.Disebut penjelasan karena memberikan keterangan agar sesuatu istilah dapat menjadi jelas.Disebut batasan karena memberikan batasan-batasan arti istilah yang dijelaskan.
            Dalam studi filsafat, definisi dibedakan menjadi tiga besar, yaitu definisi pragmatis, esensialis, linguistic, atau biasa disebut type P, E dan type L. Type P dan type L banyak diikuti para ahli filsafat kontemporer dan para analisis linguistic. Type E digunakan oleh Husseri dan para penomenologi dan realis.
            Dari sisi kepentingan praktis untuk mengkontruksikan teori, type-type definisi  tersebut penulis tampilkan dalam ragam definisi berikut, terdapat banyak macam definisi. Namun sejalan dengan type definisi tersebut, secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga besar, yaitu : definisi nominalis, realis, dan praktis.
2.      Definisi Nominalis
            Definisi nominalis merupakan penjelasan atas suatu istilah dengan menggunakan kata lain yang lebih dikenal. Definisi nominalis dibedakan menjadi dua yaitu definisi sinonim dan definisi etimologis.Pada definisi sinonim, penjelasan diberikan dengan menggunakan persamaan kata atau memberikan penjelasan dengan kata yang lebih dikenal.Contoh : Harimau adalah binatang yang mirip kucing yang sangat besar. Sedangkan definisi etimologisnya merupakan penjelasan dengan cara mengetengahkan asal-usul istilah itu. Contoh, dalam menjelaskan kata demokrasi. Kata demokrasi berasal dari kata ‘demos’ dan ‘kratos’, demos artinya rakyat, dan kratos artinya kekuasaan. Jadi demokrasi artinya kekuasaan rakyat, atau kekuasaan yang berasal dari, oleh, dan untuk rakyat.
            Jadi definisi nominalis pada umumnya mudah disusun dengan mencarinya dikamus-kamus.Untuk para pemula dalam dunia ilmu membuat batasan telaah dengan menggunakan definisi nominalis dapat ditolerir. Akan tetapi, bagi para ilmuwan lanjut, menggunakan definisi indikator lemahnya pengetahuan yang dimiliki oleh yang bersangkutan, karena biasanya sesuatu istilah itu telah berkembang pesat, sehingga maknanya sudah bergeser jauh yang mungkin masih reklefan bagi ilmuwan lanjut ini dengan menggunakan penjelasan ensiklopedia historis, sistematis, atau handbook, juga menurut perkembangan konsep yang berbeda-beda antara para ahli. Perkembangan konsep tersebut didefinisikan menggunakan definisi realis atau definisi praktis.
3.      Definisi Realis
            Definisi realis meberikan batasan berdasar isi yang terkandung dalam konsep yang didefinisikan.Menjelaskan isi dapat dilakukan secara analitik, disebut definisi analitik.Pada definisi ini, isi konsep diurai menjadi bagian-bagian atau unsur-unsur.
Contoh : manusia adalah makhluk monodualis, memiliki jiwa dan raga yang yang menyatu. Manajemen merupakan upaya untuk merencanakan, mengorganisasikan, serta mengawasi kegiatan sejumlah orang dan barang untuk mencapai tujuan tertentu.
Definisi analitik menjadi definisi konotatif ketika isi konsep tersebut ditata dalam jenisnya dengan sifat pembedanya.Contoh hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa.
            Definisi realis menampilkan penjelasan berdasar sifat-sifat esensialny, dan menjauhkan sifat nonesensial serta eksemplar, disebut definisi esensial.Definisi realis yang lebih supervisial adalah definisi deskriptif yang menampakkan isi dari suatu konsep tanpa upaya memilahkan jenis, pembeda yang spesifik, ataupun yang esensial.Apa yang tampak dalam kejadian atau pengenalan umum disebut descriptor dari konsep tersebut. Contoh, handpone adalah telepon tanpa kabel yang bisa dibawa kemana-mana.
            Definisi yang mendeskripsikan sejumlah konsep dalam tata piker sebab akibat disebut kausal.Contoh, awan adalah air karena penyinaran air oleh matahari.

4.      Definisi Praktis
            Tujuan praktis menjadi ciri khas penjelasannya.Contoh, thermometer adalah alat untuk mengetahui panas badan.Kegunaan praktis dari suatu definisi dapat pula ditampilkan berwujuddefinisi operasional.
            Mungkin operasional dalam makna, agar mudah terdeskripsikan ketika hendak digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya wanita karier adalah wanita yang menjalankan pekerjaan maka member efek pada status sosial dan ekonomi pada yang bersangkutan.

5.      Definisi Paradigmatis
            Dengan tata pikir cukup kompleks, baik pada tataran toritik moral cultural, moraltransenden dan juga munculnya tata pikir kompleks yang operasional pragmatik, maka tampaknya perlu diperkenalkan klaster keempat dari definisi, yaitu definisi paradigmatik.
            Paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi.Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.





Definisi 'paradigmatis'

Indonesian to Indonesian
adjective
1. 1Ling berkaitan dng hubungan unsur bahasa dl tingkat tertentu dng unsur lain di luar tingkat itu yg dapat dipertukarkan; 2 berkaitan dng paradigma

Definisi 'realis'

Indonesian to Indonesian
noun
1. orang yg dl tindakan, cara berpikir, dsb selalu berpegang atau berdasarkan pernyataan;
source: kbbi3
2. penganut paham realism

Definisi 'praktis'

Indonesian to Indonesian
adjective
1. 1 berdasarkan praktik; 2 mudah dan senang memakainya (menjalankan dsb): wanita sekarang ingin yg -- saja; plastik sangat -- untuk membungkus barang-barang;
ke·prak·tis·ann perihal (yg bersifat, berciri) praktis: untuk ~ dan efisiensi pemakaian, buku dua jilid ini disatukan;
se·prak·tis-prak·tis·nyaadv semudah-mudahnya; seefisien-efisiennya




DAFTAR PUSTAKA

Susanto, A.2011.Filsafat Ilmu.Jakarta: Bumi aksara
Katsoff, Louis O.1987.Pengantar Filsafat.Yogyakarta:Medio Agustus

cat :
eksistensi = keberadaan
substansi = isi
esensi = intinya
empiris = pengalaman - aristoteles


DONT 4GET TO COMMENT OK ... ;)