A PENDAHULUAN
Hubungan antara substansi dangan
esensi sama dengan hubungan antara eksistensi dengan kenyataan. Setiap substansi
mengandung pengertian esensi, tetapi tidak setiap esensi mengandung pengertian
substansi. Sebagaimana ditunjukkan oleh Arestoteles, ada perbedaa nnya yang lain substansi
barang sesuatu ialah sesuatu yang
mengandung, katakanlah sifat-sifat. Atau, substansi dapat di katakan
merupakan sesuatu yang di dalamnya terwujud esensi.Substansi dipandang sebagai
sesuatu yang adanya terdapat di dalam dirinya sendiri.
Substansi
ialah sesuatu yang mendasari atau mengandung kualitas-kualitas serta
sifat-sifat kebetulan yang dipunyai barang sesuatu.Perhatikanlah secarik
kertas.Kertas tersebut mempunyai kualitas-kualitas yang tertentu namun kertas
tadi tidak menampak sebagai kualitas-kualits itu.Jika bangun kertas tersebut
diubah, kertas tadi tetap merupakan kertas. Karena itu yang dinamakan kertas
bukanlah bangunnya atau warnanya, atau
sesuatu kualitasnya yang lain yang dapat ditangkap oleh indera. Yang dinamakan
kertas ialah substansinya yaitu kertas.
Tampaknya
kualitas suatu obyek adanya tergantung pada substansi, yakni “sesuatu”
yang mendasarinya. Lama berselang John Locke menunjukan bahwa kita tidak
akan dapat mengetahui suatu substansi
secara langsung, melainkan secara tidak langsung. Karena itu ia menamakan
substansi terdalam itu “sesuatu yang saya tidak tahu apa”.
Pengikut manisme berpendirian bahwa hanya ada satu substansi.Sedangkan
pengikut dualisme berpendirian bahwa
ada dua substansi.Dan pengikut pluralisme
beranggapan bahwa ada banyak substansi. Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan
yang akan kita bicarakan nanti. Aristoteles menunjukan bahwa jika yang ditunjuk
merupakan subyek-subyek, maka setiap subyek merupakan suatu substansi karena
mengandung kualitas-kualitas.
Cara lain untuk mendekati masalah
ini dengan menanyakan, apakah segala sesuatu pada babak terakhir terdiri dari
substansi-substansi atau bahan yang sama. Inilah pertanyaan pertama yang
menyibukkan para filsuf barat Yunani Kuno, dan pertanyaan ini hingga kini tetap
mengusik banyak filsuf moderen. Para pengikut materialisme merupakan
pengikut monisme dan ber pendirian bahwa materi merupakan substansi terdalam.
Para pengikut realisme sering
mendasarkan pendirianya pada semacam dualisme; yakni, ada dua macam substansi
terdalam, yaitu roh dan materi.
SUBSTANSI FILSAFAT ILMU
A.
KENYATAAN
ATAU FAKTA
1.
Kesenjangan
Antara Kebenaran dan Fakta
Di zaman dahulu, nilai-nilai
kebenaran sangat dijunjung tinggi oleh para orang tua, pendidik, ulama dan
anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.Prinsip satu kata dengan perbuatan atau prilaku masih terwujud dalam
fakta yang dapat diamati. Sebagai contoh, keluarga kaum ulama pada zaman dahulu
masih konsisten dalam menjalankan ajaran agama Islam tentang etika bergaul
antara pria dan wanita, etika tata cara berpakaian menurut Islam bagi kaum pria
dan wanita, serta etika-etika lainnya yang semuanya telah diatur dalam Alquran
dan Alhadist. Ajaran-ajaran dalam Islam tersebut merupakan suatu kebaikan dan
kebenaran yang sifatnya mutlak. Karena itu, tata cara bergaul antara pria dan
wanita serta tata cara berpakaian antara pria dan wanita Islam di zaman
praglobalisasi penuh dengan nilai-nilai serta etika tentang sopan santun. Fenomena
ini terwujud dalam fakta di masyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan
sehari-hari.
Sebaliknya, di era globalisasi,
nilai- nilai kebenaran khususnya kebenaran etika bergaul dan berpakaian antara
pria dan wanita menurut Islam sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian anggota
masyarakat remaja yang terwujud dalam fakta. Sebagai contoh ajaran islam
‘larangan mendekati zina’ sebagai suatu ajaran yang mengandung nilai kebenaran
mutlak, kini telah ditinggalkan oleh sebagian remaja yang berpola pikir
kebarat-baratan. Islam juga mengajarkan nilai sopan santun yang mengandung
nilai kebenaran tentang keharusan kaum wanita untuk menutup aurat, namun dalam
faktanya, sebagian remaja kita telah menganggap ajaran itu tidak benar atau kuno,
sehingga mereka berpakaian sangat seksi.Karena itu dapat disimpulkan bahwa
nilai kebenaran agama mengalami krisis dan kesenjangan dengan kenyataan atau
fakta yang diamati dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
2.
Cara
Mencari Kebenaran Menurut Ilmu, Filsafat, dan Agama
Menurut perspektif sains atau ilmu
pengetahuan, kebenaran dapat diperoleh melalui ilmu penyelidikan dengan
menggunakan metode ilmiah, logis untuk mencari bukti empiris dalam upaya untuk
menguji hipotesis menjadi tesis atau tidak dan untuk menarik kesimpulan yang
dapat digeneralisasikan. Dengan kata lain, kebenaran menurut ilmu pengetahuan
dapat di cari dan ditemukan melalui cara-cara yang ilmiah dengan prosedur yang
sistematis dan ilmiah dalam melakukan penyelidikan empiris untuk menarik
kesimpulan sebagai suatu kebenaran. Jadi kebenaran ilmiah dapat dicari dan
ditemukan dengan data yang logis dan empiris.
Kebenaran yang diperoleh melalui
data ilmiah yang penuh dengan logika dan bukti-bukti empiris untuk menemukan
suatu kesimpulan sebuah kebenaran merupakan kebenaran yang ilmiah.Kebenaran ilmiah dapat menjadi
sebuah teori ilmiah yang membangun ilmu penetahuan. Salah satu contoh
tentang cara mencari kebenaran menurut perspektif ilmu pengetahuan ialah dengan
melakukan penyelidikan untuk mencari dan menemukan data empiris dengan
menggunakan metode dan prosedur yang ilmiah. Sebagai contoh sederhana adalah,
apakah benar pemberian pupuk dapat menyuburkan pertumbuhan tanaman, maka
dilakukan eksperimen dengan membentuk dua kelompok objek penelitian yaitu
sekelompok tanaman diberikan pupuk secukupnya dalam jangka waktu tertentu
dengan metode ilmiah, sedangkan kelompok lain tidak diberikan pupuk, maka dapat
dilihat hasil yang diperolehnya.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan
diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa; “ada pengaruh pupuk terhadap
pertumbuhan tanaman”, merupakan sebuah kebenaran ilmiah yang diperoleh dengan
bukti empiris melalui hasil penyelidikan berupa eksperimen dilapangan. Survei
tentang jumlah penduduk disuatu negara dan jenis-jenis pekerjaan yang dilakoni
juga merupakan cara mencari kebenaran tentang data kependudukan. Kesimpulan
hasil survei tersebut adalah juga merupakan sebuah kebenaran ilmiah.
Menurut perspektif agama, suatu kebenaran dapat
dicari dan ditemukan, serta diterima melalui proses ilmiah sebagai basis yang
utama. Namun demikian, proses aqliahatau
pikiran (logika) juga dapat digunakan sebagai alat penunjang proses imaniahuntuk memperkuat kebenaran wahyu
sebagai proses imaniah. Contoh
kebenaran wahyu atau agama yang hanya dapat diterima melalui proses imaniahialah peristiwa isra mi’rajnabi besar Muhammad Saw kesitratul
muntaha. Peristiwa ini tidak dapat diterima melalui proses logika, namun
ini sebuah fakta dan kebenaran yang hanya dapat diterima melalui proses imaniah.
Menurut perspektif filsafat, suatu kebenaran dapat
dicari, ditemukan, dan diterima melalui proses logika. Dengan kata lain,
filsafat ialah kebenaran yang dihasikan melalui berpikir radikal. Bukti empiris tidak diperlukan
dalam mencari, menemukan, dan menerima suatu kebenaran melainkan proses pikir
dan hasil pikir yang logis merupakan ukuran dalam mencari, menemukan, dan
menerima suatu kebenaran. Karena itu, hakikat kenyataan secara total
(ontologi), hakikat mengetahui kenyataan (epistemologi), dan hakikat menilai
kenyataan (aksiologi) yang berhubungan dengan etika dan estetika menjadi objek
dari filsafat.
3.
Sifat
Kebenaran Menurut Pespektif Ilmu, Agama, dan Filsafat
Kebenaran
yang ditemukan berdasarkan perspektif agama adalah kebenaran yang bersifat mutlak dan tidak perlu disangsikan
kebenarannya karena merupakan kebenaran wahyu yang diterima melalui proses imaniah dan logika sebagai proses pikir
penunjang. Kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif sains (ilmu) adalah kebenaran yang
bersifat relatif dan masih perlu disangsikan kebenarannya, melalui penelitian
ilmiah hanya sekitar 95 % sampai 99 % atau sifatnya tidak mutlak. Sedangkan
kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif filsafat juga merupakan kebenaran yang tidak bersifat
mutlak dan masih perlu disangsikan kebenarannya melalui proses logika yang
lebih radikal.
4.
Keterkaitan
antara Fakta dan Kebenaran
Pada uraian terdahulu disinggung sekilas
tentang keterkaitan antara kebenaran dengan fakta dan sebaliknya.Kebenaran adalah sesuatu yang ada
secara objektif, logis, dan merupakan sesuatu yang empiris. Sedangkan fakta merupakan kenyataan yang
terjadi yang dapat diterima secara logis dan dapat diamati secara nyata dengan
panca indra manusia.
Kasusjatuhnya
pesawat Mandala di Medan beberapa tahun yang lalu merupakan contoh suatu fakta
yang terjadi di lapangan.Kenyataan berupa kasus jatuhnya pesawat ter sebut
merupakan sesuatu kasus yang benar adanya.Dengan kebenaran atas terjadinya
kecelakaan pesawat merupakan suatu fakta yang tidak bisa dibantah lagi atas
kebenarannya, baik secara logika maupun secara empiris. Contoh lain shalat
dapat mencegah manusia kepada kemungkaran merupakan suatu kebenaran wahyu yang
tidak dapat dibantah lagi, baik secara logika maupun secara empiris, karena
dalam kenyataanya apabila orang shalatnya baik dan benar maka perilakunya
menjadi bagus di masyarakat.
Dari
uraian dan kedua contoh diatas, menunjukan bahwa antara kebenaran dan fakta
merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan
kata lain, antara fakta dan kebenaran, dan antara kebenaran dengan fakta
merupakan dua hal yang berkaitan sangat erat.
Sesungguhnya,
terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran.Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982).
a.
Kebenaran
koherensi
Kebenaran koherensi
yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan
sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut,
baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan
sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.
Kebenaran
korespondensi
Berfikir benar
korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan
sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau
berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan
belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.
Kebenaran
pragmatik
Yang benar adalah
yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
B.
Konfirmasi
‘Konfirmasi’ berasal dari bahasa inggris, confirmation,yang berarti penegasan, pengesahan. Konfirmasi
apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi
ilmu adalah menjelaskan, memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun
memprediksi, tersebut lebih bersifat interpretasi untuk memberikan makna
tentang sesuatu.
1. Aspek Kuantitatif dan Kualitatif
Konfirmasi
Dasar untuk memastikan kebenaran
penjelasan atau kebenaran prediksi sebagian ahli mengemukakan aspek kuantitatif
dan sebagian lain aspek kulitatif. Derajat konfirmasi bersifat probabilitas;
probabilitas dari hasil analisis frekuensi.Derajat konfirmasi kuantitatif
menjadi masalah pada keluasan generalisasi, seberapa jauh generalisasi dapat
diterapkan.Konfirmasi kuantitatif menimbulkan masalah pada
signifikansinya.Batas koefisien dianggap signifikan menjadi masalah, karena
dalam terapan di jumpai batas signifikansi statistik dan batas signifikansi
arbiter, misalnya dalam analisis data psikologis, sosiologis yang mentoleri
koefisien lebih rendah dari tabel signifikansi statistik, karena objeknya
adalah manusia.
Dalam membangun konfirmasi
kualitatif dan upaya melepaskan dari yang kuantitatif tampaknya memang belum
dapat dilakukan sepenuhnya.Rudold carnap mengembangkan dua model bahasa yaitu,
bahasa terjemahan dan bahasa interpretasi.
2.
Teori
Konfirmasi
Teori kepastian berupaya mencari
deskriptif hubungan normative antara hipotesis dengan refidensi., hubungan
tersebut berupaya mengukur dan bagaimana suatu efidensi menjamin kepercyaan
kita pada hipotesis. Setidaknya ada tiga teori konfirmasi, yaitu decision
theory, estimation theory, dan realiability analiysis.Decision theory menerapkan kepastian
berdasarkan keputusan.sedangkan estimation theory menetapkan kepastian dengan
member peluan benar-salah dengan menggunakan konsep probabilitas, konsep ini
dominan dalam analisis statistic.Hampell menggunakan konsep probabilitas dengan
berdasarkan pada hubungan logis antara proposisi dengan hipotesis. Sedangkan
Rudolp Carnap mendasarkan pada hubungan sintaktikal antara evidensi dengan
hipotesis
Adapun
reliability theory menetapkan
kepastian dengan mencermati stabilitas efidensi terhadap hipotesis.Banyak ahli
menganut yang pertama, tapi lebih banyak yang menganut yang kedua.
C.
Konsep dan Definisi
Unsur konstruk paling elementer dalam
struktur teori adalah definisi, batasan, dan pejelasan suatu konsep.Ada tiga
fungsi bahasa, yaitu ekspresif, afektif, dan fungsi logis.Untuk studi ilmu pada
umumnya fungsi logis yang dominan.Fungsi ekspresi banyak mewarnai studi
teknologi, meskipun fungsi logis tetap dominan pada studi ini.
1.
Fungsi
Logis Definisi
Fungsi logis adalah memberikan batas
arti simbolik dari suatu konsep. Konsep manusia perlu diberi batasan sehingga
beda dengan konsep hewan atau batu. Pembuatan batasan tersebut pada dasarnya
memberikan penjelasan dengan menggunakan symbol lain yang mudah dipahami.
Pada sejumlah filsafat yang menulis
tentang konsep (dalam kaitannya dengan definisi) sering digunakan kata istilah.Dalam
upaya menyusun bangunan teori, penulis menggunakan satu angka saja yaitu
konsep.Membuat definisi pada dasarnya adalah membuat batasan konsep
tunggal.Ketika sejumlah konsep ditata relasinya atau koherensinya atau struktur
paradigmanya, maka sejumlah konsep tersebut (yang menjadi konsep ganda, dan
mungkin juga konsep kompleks) jadi pertanyaan.Pernyataan tersebut dapat
berwujud pendapat, hipotesis, postulat, asumsi, sampai struktur teori.
Dalam ilmu pengetahuan definisi
biasa diberi sinonim, batasan, atau penjelasan.Disebut penjelasan karena
memberikan keterangan agar sesuatu istilah dapat menjadi jelas.Disebut batasan
karena memberikan batasan-batasan arti istilah yang dijelaskan.
Dalam studi filsafat, definisi dibedakan
menjadi tiga besar, yaitu definisi pragmatis, esensialis, linguistic, atau
biasa disebut type P, E dan type L. Type P dan type L banyak diikuti para ahli
filsafat kontemporer dan para analisis linguistic. Type E digunakan oleh
Husseri dan para penomenologi dan realis.
Dari sisi kepentingan praktis untuk
mengkontruksikan teori, type-type definisi
tersebut penulis tampilkan dalam ragam definisi berikut, terdapat banyak
macam definisi. Namun sejalan dengan type definisi tersebut, secara garis besar
dapat dikelompokkan dalam tiga besar, yaitu : definisi nominalis, realis, dan
praktis.
2.
Definisi
Nominalis
Definisi nominalis merupakan
penjelasan atas suatu istilah dengan menggunakan kata lain yang lebih dikenal.
Definisi nominalis dibedakan menjadi dua yaitu definisi sinonim dan definisi
etimologis.Pada definisi sinonim, penjelasan diberikan dengan menggunakan
persamaan kata atau memberikan penjelasan dengan kata yang lebih dikenal.Contoh
: Harimau adalah binatang yang mirip kucing yang sangat besar. Sedangkan
definisi etimologisnya merupakan penjelasan dengan cara mengetengahkan
asal-usul istilah itu. Contoh, dalam menjelaskan kata demokrasi. Kata demokrasi
berasal dari kata ‘demos’ dan ‘kratos’, demos artinya rakyat, dan kratos
artinya kekuasaan. Jadi demokrasi artinya kekuasaan rakyat, atau kekuasaan yang
berasal dari, oleh, dan untuk rakyat.
Jadi definisi nominalis pada umumnya
mudah disusun dengan mencarinya dikamus-kamus.Untuk para pemula dalam dunia
ilmu membuat batasan telaah dengan menggunakan definisi nominalis dapat
ditolerir. Akan tetapi, bagi para ilmuwan lanjut, menggunakan definisi
indikator lemahnya pengetahuan yang dimiliki oleh yang bersangkutan, karena
biasanya sesuatu istilah itu telah berkembang pesat, sehingga maknanya sudah
bergeser jauh yang mungkin masih reklefan bagi ilmuwan lanjut ini dengan
menggunakan penjelasan ensiklopedia historis, sistematis, atau handbook, juga
menurut perkembangan konsep yang berbeda-beda antara para ahli. Perkembangan
konsep tersebut didefinisikan menggunakan definisi realis atau definisi
praktis.
3.
Definisi
Realis
Definisi realis meberikan batasan
berdasar isi yang terkandung dalam konsep yang didefinisikan.Menjelaskan isi
dapat dilakukan secara analitik, disebut definisi analitik.Pada definisi ini,
isi konsep diurai menjadi bagian-bagian atau unsur-unsur.
Contoh
: manusia adalah makhluk monodualis, memiliki jiwa dan raga yang yang menyatu.
Manajemen merupakan upaya untuk merencanakan, mengorganisasikan, serta
mengawasi kegiatan sejumlah orang dan barang untuk mencapai tujuan tertentu.
Definisi
analitik menjadi definisi konotatif ketika isi konsep tersebut ditata dalam
jenisnya dengan sifat pembedanya.Contoh hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa.
Definisi realis menampilkan
penjelasan berdasar sifat-sifat esensialny, dan menjauhkan sifat nonesensial
serta eksemplar, disebut definisi esensial.Definisi realis yang lebih
supervisial adalah definisi deskriptif yang menampakkan isi dari suatu konsep
tanpa upaya memilahkan jenis, pembeda yang spesifik, ataupun yang esensial.Apa
yang tampak dalam kejadian atau pengenalan umum disebut descriptor dari konsep
tersebut. Contoh, handpone adalah
telepon tanpa kabel yang bisa dibawa kemana-mana.
Definisi yang mendeskripsikan
sejumlah konsep dalam tata piker sebab akibat disebut kausal.Contoh, awan
adalah air karena penyinaran air oleh matahari.
4.
Definisi
Praktis
Tujuan praktis menjadi ciri khas
penjelasannya.Contoh, thermometer adalah alat untuk mengetahui panas badan.Kegunaan
praktis dari suatu definisi dapat pula ditampilkan berwujuddefinisi
operasional.
Mungkin operasional dalam makna,
agar mudah terdeskripsikan ketika hendak digunakan untuk mengumpulkan data,
misalnya wanita karier adalah wanita yang menjalankan pekerjaan maka member
efek pada status sosial dan ekonomi pada yang bersangkutan.
5.
Definisi
Paradigmatis
Dengan tata pikir cukup kompleks,
baik pada tataran toritik moral cultural,
moraltransenden dan juga munculnya tata pikir kompleks yang operasional
pragmatik, maka tampaknya perlu diperkenalkan klaster keempat dari definisi,
yaitu definisi paradigmatik.
Paradigmatik
ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi.Sampai sekarang analisis
regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai
pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan
struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi
eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
Definisi 'paradigmatis'
Indonesian to Indonesian
adjective
1. 1Ling berkaitan dng
hubungan unsur bahasa dl tingkat tertentu dng unsur lain di luar tingkat itu yg
dapat dipertukarkan; 2 berkaitan dng paradigma
Definisi 'realis'
Indonesian to Indonesian
noun
1. orang yg dl tindakan, cara
berpikir, dsb selalu berpegang atau berdasarkan pernyataan;
source: kbbi3
2. penganut paham realism
Definisi 'praktis'
Indonesian to Indonesian
adjective
1. 1 berdasarkan praktik; 2
mudah dan senang memakainya (menjalankan dsb): wanita sekarang ingin yg --
saja; plastik sangat -- untuk membungkus barang-barang;
ke·prak·tis·ann perihal (yg bersifat, berciri) praktis: untuk ~ dan efisiensi pemakaian, buku dua jilid ini disatukan;
se·prak·tis-prak·tis·nyaadv semudah-mudahnya; seefisien-efisiennya
ke·prak·tis·ann perihal (yg bersifat, berciri) praktis: untuk ~ dan efisiensi pemakaian, buku dua jilid ini disatukan;
se·prak·tis-prak·tis·nyaadv semudah-mudahnya; seefisien-efisiennya
Susanto, A.2011.Filsafat
Ilmu.Jakarta: Bumi aksara
Katsoff, Louis O.1987.Pengantar
Filsafat.Yogyakarta:Medio Agustus
cat :
eksistensi = keberadaan
substansi = isi
esensi = intinya
empiris = pengalaman - aristoteles
DONT 4GET TO COMMENT OK ... ;)
bagus artikelnya bisa saya baca untuk membandingkannya, terimah kasih
BalasHapusterimakasih artikelnya sangat membantu :)
BalasHapus